BOSHEPOKER

BOSHEPOKER

Cerita Seks Dengan Pembantuku Yang Bohai

Cerita Seks  Dengan Pembantuku Yang Bohai


BOSHE - Selama tiga tahun berumah tangga, boleh dibilang saya tidak pernah berselingkuh. Istriku cantik, dan kami telah dianugerahi seorang anak lelaki berusia dua tahun. Rumah tangga kami boleh dibilang rukun dan bahagia, semua orang mengakui bahwa kami pasangan yang serasi.

 Terus terang, saya sudah punya perasaan dan pikiran negatif semenjak pertama kali ia diperkenalkan kepada kami oleh Bik Iroh, pembantu tetangga sebelah rumah. Entah bagaimana, ada desir-desir asing di dadaku, terlebih lagi ketika kami beradu pandang dan ia mengulum senyum sembari menunduk.

 Saat itu bekerjsama istriku merasa kurang sreg untuk mendapatkan Inem bekerja. Naluri kewanitaannya menyampaikan bahwa gadis itu type penggoda. Dia takut jangan-jangan akan banyak terjadi skandal dengan sopir-sopir dan para bujang di lingkungan kami. Tetapi kondisinya ketika itu agak memaksa alasannya istriku tiba-tiba harus berangkat ke luar negeri untuk urusan dinas, sementara pembantu kami gres saja pulang kampung. BANDAR POKER

 Ternyata, skandal yang dikhawatirkan istriku itu benar-benar terjadi, tetapi justru dengan saya sendiri. Celakanya hingga ketika ini saya tidak bisa menghentikan itu. Aku menyerupai mabuk kepayang. Harus kuakui, bersetubuh dengan Inem memang lain. Kenikmatannya tiada banding. Semakin sering saya menidurinya, rasanya malah bertambah nikmat.

 Agar tidak terbongkar, saya segera mengambil langkah pengamanan. Hanya beberapa hari setelah istriku kembali dari luar negeri, Inem minta berhenti. Alasannya pulang kampong lantaran orang tuanya sakit keras. Tentu saja itu bohong. Yang betul yakni ia kuamankan di sebuah kamar kos yang letaknya tidak jauh dari kantorku. Aku juga membiayai semua kebutuhan sandang pangannya. Hampir setiap siang saya mampir ke sana untuk mereguk kenikmatan bersamanya. Kadang-kadang saya juga menginap satu-dua malam dengan alasan dinas ke luar kota . Dan itu telah berjalan hamper dua tahun hingga ketika ini.

 Hari pertama Inem bekerja di rumah kami, tidak ada insiden yang berarti untuk diceritakan. Yang jelas, semua petunjuk dan isyarat dari istriku dilaksanakannya dengan sangat baik. Nampaknya ia cukup rajin dan berpengalaman, serta berakal pula menjaga anak.

 Hari kedua, pagi-pagi sekali, saya berpapasan dengan Inem di muka pintu kamarnya. Aku sedang menuju ke kamar mandi ketika ia keluar kamar. Dia niscaya gres selesai mandi lantaran tubuhnya menebarkan anyir harum. Saat itu ia mengenakan rok span dan t-shirt ketat menyerupai yang umum dikenakan ABG zaman sekarang. Sexy sekali. Otomatis kelelakianku bangkit. Aku jadi menyerupai orang tolol, mematung membisu sembari memandangi Inem. Sejenak gadis itu membalas tatapanku, kemudian menunduk dengan muka memerah dadu. Aku lekas-lekas berlalu menuju kamar mandi.

 Sehabis mandi, kudapati Inem sudah berganti pakaian, kembali mengenakan baju longgar dan sopan menyerupai kemarin. Keherananku segera terjawab ketika istriku bercerita di dalam kamar sembari bersungut-sungut.

 ?Gawat nih si Inem itu! Papa nggak lihat sih, pakaiannya tadi? Sexy
 banget! Jangan-jangan Papa juga bisa naksir kalau lihat.?

 ?Terus?? tukasku tak acuh.

 ?Yah Mama suruh ganti. Ingat-ingat ya Pa, selama Mama nggak ada, jangan kasih ia pakai baju yang sexy-sexy begitu!?

Hari ketiga, lewat tengah malam, saya bercumbu dengan istriku di ruang TV. Besok istriku berangkat untuk kurang lebih tiga minggu, jadi malam itu kami habiskan dengan bermesraan.Sebelumn ya kami menonton film biru terlebih dahulu untuk lebih memancing birahi. Seperti biasa, kami bermain cinta dengan panas dan lama. Pada final permainan, di saat-saat menjelang kami mencapai orgasme, tiba-tiba saya merasa ada seseorang mengawasi kami di kegelapan. Aku tidak bercerita kepada istriku, sementara saya tahu, orang itu yakni Inem. Yang saya tidak tahu, berapa usang gadis itu menyaksikan kami bermain cinta.

 Keesokan harinya, sore-sore, istriku berangkat ke Thailand. Aku mengantarnya ke airport bersama anak kami. Hari itu kebetulan Sabtu, jadi saya libur.

 Pulang dari airport, kudapati Inem mengenakan t-shirt ketat berwarna pink yang kemarin. Jantungku pribadi dag-dig-dug melihat penampilannya yang tak kalah menarik dibanding ABG-ABG Jakarta. Selintas saya teringat pesan istriku, tapi kenyataannya saya membiarkan Inem berpakaian menyerupai itu terus. Bahkan belakang layar saya menikmati keindahan tubuh Inem sementara ia menyapu dan membersihkan halaman rumah.

 Hari kelima, pagi-pagi sekali, saya hampir tidak tahan. Aku melihat Inem keluar dari kamar mandi dengan hanya berlilitkan handuk di tubuhnya. Dia tidak melihatku. Kemaluanku pribadi mengeras. Bayangkan saja, ketika istri sedang tidak ada, seorang gadis manis memamerkan keindahan tubuhnya sedemikian rupa. Maka, belakang layar saya menghampiri begitu ia masuk kamar.

 Aneh, pintu kamarnya tidak ditutup rapat. Aku sanggup melihat ke dalam dengan terang melalui celah pintu selebar kira-kira satu centi. Apa yang kusaksikan di kamar itu menciptakan jantungku memompa tiga kali lebih cepat, sehingga darahku menggelegak- gelegak dan nafasku memburu. Aku menelan ludah beberapa kali untuk menenangkan diri.

 Nampak olehku Inem sedang duduk di tepian ranjang. Handuk yang tadi meliliti tubuhnya kini tengah digunakannya untuk mengeringkan rambut, sementara tubuhnya dibiarkannya telanjang bulat. Sepasang buah dadanya yang semok berguncang-guncang. Lalu ia mengangkat sebelah kakinya dengan agak mengangkang untuk memudahkannya melap selangkangannya dengan handuk. Dari tempatku mengintip, saya sanggup melihat rerumputan hitam yang tidak begitu lebat di pangkal pahanya.

 Saat itu setan-setan memberi petunjuk kepadaku. Mengapa ia membiarkan pintunya sedikit terbuka menyerupai ini? Setelah menyaksikan saya bermain cinta dengan istriku, tidak tidak mungkin kalau ia sengaja melaksanakan ini untuk memancing birahiku. Dia niscaya menginginkan saya masuk Dia niscaya akan senang hati menyambut kalau saya menyergap tubuhnya di pagi yang masbodoh menyerupai ini?

 Ketika kemudian ia meremas-remas sendiri kedua payudaranya yang montok, sementara mukanya menengadah dengan mata terpejam, saya benar-benar tidak tahan lagi. Batang kemaluanku seakan berontak saking keras dan panjang, menuntut dilampiaskan hasratnya. Tanganku pribadi meraih handle lantaran saya sudah memutuskan untuk masuk?

 Pada ketika itu tiba-tiba terdengar anakku menangis. Aku jadi sadar, lekas-lekas saya masuk ke kamar anakku. Tak usang kemudian Inem menyusul, ia mengenakan daster batik yang terbuka pada pecahan pundak. Kurang ajar, pikirku, anak ini tahu betul ia punya tubuh indah. Otomatis batang kemaluanku mengeras kembali, tapi kutahan nafsuku dengan susah payah.

 Alhasil, pagi itu tidak terjadi apa-apa. Aku keluar rumah untuk menghindari Inem, atau lebih tepatnya, untuk menghindari nafsu birahiku sendiri. Hampir tengah malam, gres saya pulang. Aku membawa kunci sendiri, jadi kupikir, Inem tidak akan menyambutku untuk membukakan pintu. Aku berharap gadis itu sudah tidur biar malam itu tidak terjadi hal-hal yang negatif.

 Tetapi ternyata saya keliru. Inem membukakan pintu untukku. Dia mengenakan daster yang tadi pagi.
 Daster batik itu berpotongan leher sangat rendah, sehingga punggungnya yang putih terbuka, menciptakan darahku berdesir-desir. Lebih-lebih belahan buah dadanya sedikit mengintip, dan sebagian tonjolannya menyembul. Rambutnya yang ikal sebahu agak awut-awutan. Aku lekas-lekas berlalu meninggalkannya, padahal sejujurnya ketika itu saya ingin sekali menyergap tubuh montoknya yang merangsang.

 Sengaja saya mengurung diri di dalam kamar setelah itu. Tapi saya benar-benar tidak sanggup tidur, bahkan pikiranku terus menerus dibayangi wajah manis Inem dan seluruh keindahan tubuhnya yang mengundang. Entah berapa usang saya melamun, niatku untuk meniduri Inem timbul-tenggelam, silih berganti dengan rasa takut dan malu. Sampai tiba-tiba saya mendengar bunyi orang meminta-minta tolong dengan lirih?

 Tanpa pikir panjang, saya pribadi melompat dari ranjang dan segera berlari ke arah suara. Ternyata itu bunyi Inem. Sejenak saya berhenti di muka pintu kamarnya, tetapi entah mengapa, kini saya berani masuk.

 Kudapati Inem tengah meringkuk di sudut ranjang sambil merintih-rintih lirih. Aku tercekat memandangi tubuhnya yang setengah telanjang. Daster yang dikenakannya tersingkap di sana-sini, memamerkan kemulusan pahanya dan sebagian buah dadanya yang montok. Sejenak saya mematung, menikmati keindahan tubuh Inem yang tergolek tanpa daya di hadapanku, di bawah siraman cahaya lampu kamar yang terang benderang. Otomatis kelelakianku bangkit. Hasratku kian bergelora, nafsu yang tertahan-tahan kini menerima peluang untuk dilampiaskan. Dan setan-setan pun membujukku untuk pribadi saja menyergap. ?Dia tidak akan melawan,? batinku. ?Jangan-jangan malah senang, lantaran memang itu yang ia harapkan...? Kuteguk liurku berulang-ulang sambil mengatur nafas. Untuk sesaat saya berhasil mengendalikan diri. Kuraih pundak Inem, kuguncang-guncang sedikit biar ia terbangun.

 Gadis itu membuka mata dengan rupa terkejut. Posisinya menelentang kini, sementara saya duduk persis di sisinya. Jantungku bergemuruh. Dengan agak gemetar, kutepuk-tepuk pipi Inem sambil berupaya tersenyum kepadanya.

 ?Kamu ngigo? yaa?? godaku. Inem tersipu.

?Eh, Bapak?! Inem mimpi serem, Pak!?

 Suaranya lirih. Gadis itu bangun dari tidurnya dengan gerakan agak menggeliat, dan itu malah menciptakan buah dadanya semakin terbuka lantaran dasternya sangat tidak beraturan. Aku jadi semakin bernafsu.

 ?Mimpi apaan, Mah?? tanyaku lembut.

 ?Diperkosa?! ? jawab Inem sembari menunduk, menghindari tatapanku.

 ?Diperkosa siapa??

 ?Orang jahat! Rame-rame!?

 ?Oooh? kirain diperkosa saya!?

 ?Kalau sama Bapak mah nggak serem?!?

 Aku jadi tambah berdebar-debar, birahiku semakin membuatku mata gelap. Kurapikan belum dewasa rambut Inem yang kusut. Gadis itu menatapku penuh arti. Matanya yang bundar memandangku tanpa berkedip. Aku jadi semakin nekad.

 ?Kalau sama saya nggak serem?? tanyaku menegaskan dengan bunyi agak berbisik sambil mengusap pipi Inem. Babu manis itu tersenyum.

 Entah siapa yang memulai, tahu-tahu kami sudah berciuman. Aku tidak peduli lagi. Kusalurkan gejolak birahi yang selama ini tertahan dengan melumat bibir Inem. Dia membalas dengan tak kalah panas dan bernafsu. Dia bahkan yang lebih dahulu menarik tubuhku sehingga kami rebah di atas ranjang sembari terus berciuman.

 Tanganku lasak meremas-remas buah dada Inem. Kupuaskan hasratku pada kedua gundukan daging kenyal yang selama beberapa hari terakhir ini telah menggodaku. Inem pun tak tinggal diam. Sambil terus membalas lumatanku pada bibirnya, tangannya merayap ke balik celana pendek yang kukenakan. Pantatku diusap-usap dan diremasnya sesekali dengan lembut. SAKONG

 Ketika ciuman terlepas, kami berpandangan dengan nafas memburu. Inem membalas tatapanku dengan agak sayu. Bibirnya merekah, seakan minta kucium lagi. Kusapu saja bibirnya yang indah itu dengan lidah. Dia balas menjulurkan pengecap sehingga pengecap kami saling menyapu. Kemudian seluruh permukaan wajahnya kujilati. Inem diam, hanya tangannya yang terus merayap-rayat di balik celana dalamku.

 Aku jadi tambah bernafsu. Lidahku merambat turun ke leher. Inem menggelinjang memberi jalan. Terus kujilati tubuhnya yang mulai berkeringat. . Inem menggelinjang- gelinjang hebat ketika buah dadanya kujilati. ?Geliii...? desisnya sambil mengikik-ngikik, dan itu malah membuatku tambah bernafsu.. Daging-daging bundar semok itu terus kujilati, kukulum putingnya, kusedot-sedot dengan rakus, tentunya sambil kuremas-remas dengan tangan.

 Payudara Inem yang lembut kurasa semakin mengeras, mengambarkan birahinya kian meninggi. Lebih-lebih putingnya yang mungil berwarna merah jambu, telah amat keras menyerupai batu. Aku jadi semakin bersemangat. Sesekali mulutku merayap-rayap menciumi permukaan perut, pusar dan turun mendekati selangkangannya.

 Inem mulai merintih dan meracau, sementara tangannya mulai berani meraba batang kemaluanku yang telah menegang sedari tadi. Kurasakan pijitannya amat lembut, menambah rangsangan yang luar biasa nikmat. Aku tidak tahan, tanganku balas merayap ke balik celana dalamnya. Inem mengangkang, pinggulnya mengangkat. Kugosok celah vaginanya dengan jari. Basah. Dia mengerang agak panjang ketika jari tengahku menyelusup ke dalam liang vaginanya, batang penisku digenggamnya erat dengan gemas. Aku semakin tidak tahan, maka kubuka celana pendek dan celana dalamku sekaligus.

 Inem pribadi menyerbu begitu batang kemaluanku mengacung bebas tanpa epilog apa pun lagi. Dengan posisi menungging, digenggamnya batang kemaluanku, kemudian dijilat-jilatnya ujungnya menyerupai orang menjilat es krim. Tubuhku menyerupai dialiri listrik tegangan tinggi. Bergetar, nikmat tak terkatakan.

 ?Inem udah tebak, niscaya punya Bapak gede?? desis Inem tanpa malu-malu.

 ?Isep, Mah?!? kataku memberi komando.

 Tanpa menunggu diminta dua kali, Inem memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya.

 ?Enak, Mah? enak banget?,? saya mendesis lirih, sementara tubuhku
 menggeliat menahan nikmat.

 Inem semakin bersemangat mengetahui betapa saya menikmati hisapannya pada penisku. Batang kemaluanku dikocok-kocoknya dengan amat berangasan sementara mulutnya mengulum dengan gerakan maju mundur. Sesekali lidahnya menjulur menjilat-jilat. Pintar sekali.

 Belakangan gres kuketahui bahwa Inem itu seorang janda. Dia dipaksa kawin semenjak usia 14 dengan lelaki berumur yang cukup kaya di desa. Ternyata suaminya seorang pemabuk, penjudi, dan mata keranjang. Satu-satunya yang disukai Inem dari lelaki itu yakni keperkasaannya di atas ranjang. Hanya itu yang membuatnya sanggup bertahan empat tahun berumah tangga tanpa anak. Baru setahun yang kemudian suaminya meninggal, sehingga statusnya kini resmi menjadi janda.

 Pantas saja nafsunya begitu besar. Dia mengaku bahwa hasrat seksualnya pribadi bangun kembali semenjak pertama kali bertemu aku. Kenangan-kenanganny a wacana kenikmatan bermain cinta terus menggodanya, sehingga diakuinya bahwa semenjak hari itu ia terus berusaha untuk menarik perhatianku.

 Nafsu yang menggebu-gebu, serta hasrat yang terpendam berhari-hari, menciptakan gadis itu menjadi liar tak terkendali. Sambil terus mengulum dan menjilat-jilat batang kemaluanku, tubuhnya beringsut- ingsut hingga mencapai posisi membelakangi dan mengangkangi tubuhku. Pantatnya yang bulat, besar menyerupai tampah, sempurna berada di depan wajahku. Kuusap-usap pantatnya, kemudian kuminta lebih mendekat sambil kuturunkan celana dalamnya. Dia menurut, diturunkannya pinggulnya hingga saya sanggup mencium selangkangannya.

 Terdengar ia mendesis begitu kujulurkan lidahku menyapu permukaan liang vaginanya yang merekah basah. Kedua pahanya mengangkang lebih lebar, sehingga posisi pinggulnya menjadi lebih ke bawah mendekati mukaku. Kini saya lebih leluasa mencumbu kemaluannya, dan saya tahu, memang itu yang dibutuhkan Inem.

 Kusibakkan bulu-bulu halus di seputar selangkangan babu manis yang ternyata memiliki libido besar itu. Kugerak-gerakkan ujung lidahku pada klitorisnya. Kuhirup baunya yang khas, kemudian kukenyot bibir vaginanya dengan agak berpengaruh saking bernafsu. Inem merintih. Tubuhnya sedikit mengejang, hisapannya pada kemaluanku agak terhenti.

 ?Jangan berhenti dong, Maaaahh,? desisku sambil terus menjilat-jilat vaginanya.

 ?Inem keenakan, Pak?? jawab Inem terus terang. Lalu kembali ia mengulum sambil mengocok-ngocok batang kemaluanku. Dengan berangasan ia terus berusaha menjejal-jejalkan batang penisku sepenuhnya ke dalam mulutnya, tetapi tidak pernah berhasil lantaran ukuran tongkat wasiatku itu memang cukup luar biasa: gemuk, dan panjangnya hampir 20 cm!

 Aku membalas dengan merekahkan lisan vaginanya dengan kedua tangan. Lubang surgawi itu menganga lebih lebar, maka kujulurkan lidahku lebih ke dalam. Inem membalas lagi dengan menghisap-hisap batang kemaluanku lebih cepat dan kuat. Aku tak mau kalah, kutekan pantatnya hingga kemaluannya menjadi lebih rapat pada mukaku, kemudian kujilat dan kuhisap seluruh permukaan liang kemaluannya.

 ?Ooooohhh? Inem nggak kuattt?.? terdengar Inem mengerang tiba-tiba. Aku tak peduli. Aku justru jadi semakin bersemangat dan berangasan mencumbu kemaluan Inem. Gadis itu juga kian liar. Tangan dan mulutnya semakin luar biasa cepat mengerjai batang kemaluanku, sementara tubuhnya menggeliat -geliat tak terkendali. Aku tahu birahinya telah teramat sangat tinggi, maka kukomandoi ia untuk rebah menelentang, kemudian segera kutindihi tubuh montoknya.

 ?Enak, Mah?? tanyaku.

 ?Enak banget, Pak? Inem nggak tahan??

 ?Kamu mau yang lebih enak, kan??

 ?Ya mau, dong?? Inem nampak masih sedikit malu-malu, tapi terang ia tidak sanggup lagi mengontrol nafsunya. Wajahnya yang biasanya lugu, kini nampak sebagai perempuan berpengalaman yang sedang haus birahi.

 ?Kamu pernah ngent*t, Mah?? tanyaku lembut, takut ia tersinggung. Tapi ia malah tersenyum, cukup bagiku sebagai pengukuhan bahwa ia memang sudah pernah melaksanakan itu.

 ?Kamu mau?? tanyaku lagi. Inem menutup matanya sekejap sebagai jawaban.

 ?Buka dulu dasternya, ya??



Dalam sekejap, Inem telah bertelanjang bulat. Aku juga membuka kaos, sehingga tubuh kami sama-sama bugil. Polos tanpa sehelai benang pun. Inem memintaku mematikan lampu kamar, tapi saya menolak. Aku justru senang menonton keindahan tubuh Inem di bawah cahaya lampu yang terang benderang begitu. ?Malu, ah, Pak?? kata Inem dengan nada manja, sementara saya memandangi sepasang payudaranya yang bulat, besar dan padat. ?Saya naksir ini semenjak pertama kau masuk,? kataku terus terang sambil mengecup puting susunya yang sebelah kanan, disusul dengan yang sebelah kiri.

 ?Inem tau,? jawab Inem tersipu. ?Tapi Inem pikir, Bapak mana mau sama Inem?!?

 ?Sejak hari pertama, saya udah ngebayangin beginian sama kamu.?
 ?Kok sama sih?! Inem juga??
 ?Bohong!?
 ?Sumpah! Apalagi abis liat Bapak gituan sama Ibu? Seru banget, Inem jadi ngiri??

 ?Kamu ngintip, ya??

 ?Bapak juga tau, kan??

 Sambil berkata begitu, ajudan Inem menggenggam batang penisku. Kedua pahanya mengangkang memberi jalan dan pinggulnya mengangkat sedikit. Digosok-gosokkannya ujung batang kemaluanku pada lisan vaginanya yang semakin berair merekah.

 Aku membalas dengan menurunkan pinggulku sedikit. Saat itu di benakku terlintas wajah istri dan anakku, tetapi nafsu untuk menikmati nirwana dunia bersama Inem membuang jauh-jauh segala keraguan. Bahkan birahiku semakin bergelora begitu saya memandang wajah Inem yang telah sedemikian sendu akhir birahi.

 ?Paaak?.? terdengar desis bunyi Inem memanggilku teramat lirih. Kedua tangannya mengusap-usap sambil sedikit menekan pantatku, sementara batang penisku telah penetrasi sebagian ke dalam vaginanya.

 Kutekan lagi pinggulku lebih ke bawah. Batang penisku bergerak masuk inci demi inci. Kurasakan Inem menahan nafas. Kutahan sejenak, kemudian perlahan justru kutarik sedikit pinggulku. Inem membuang nafas. Kedua tangannya mencengkeram pantatku. Aku mengerti, kutekan lagi pinggulku. Kembali Inem menahan nafas. Dua tiga kali kuulang menyerupai itu. Setiap kali, kemaluanku masuk lebih dalam dari sebelumnya. Dan itu menciptakan Inem keenakan. Dia mengakuinya terus terang tanpa malu-malu. ?Bapak pinter banget?? desisnya sambil mencubit pantatku, sesaat setelah saya menekan semakin dalam. Batang penisku telah hampir amblas seluruhnya. Inem cukup sabar menikmati permainanku, tetapi alhasil ia tidak tahan.

 ?Inem rasanya kayak terbang?? ia meracau.

 ?Kenapa??

 ?Enakh? Masukin semua atuh, Paak? supaya lebih enak?? Berkata begitu, tiba-tiba kedua tangannya merangkul dan menarik leherku. Diciuminya mukaku dengan penuh nafsu.

 ?Imaaaahhh.? bisikku sambil membalas menjilat-jilat permukaan wajahnya.

 ?Paak??

 Aku jadi ikut-ikutan tidak tahan, ingin segera merampungkan permainan. Maka dengan agak berpengaruh kutekan pantatku dalam-dalam, sehingga batang kemaluanku terbenam sepenuhnya di liang vagina Inem. Anak itu mengerang lirih, ?Ssshhh?.. aaaahhhh?, sssssssshhhh? .., aaaaaaaahhhh? .?

 Dalam beberapa menit, kami bersanggama dalam posisi konvensional. Aku di atas, Inem di bawah. Itu pun sudah teramat sangat luar biasa nikmat. Ternyata Inem pandai sekali. Pinggulnya sanggup berputar cepat menyerupai gasing, mengimbangi gerakan penetrasiku pada vaginanya. Setengah mati saya mengatur gerakan sembari terus mengendalikan kobaran birahiku. Kadang saya menekan dengan gerakan lembut satu-dua, sesekali kucepatkan dan kukuatkan seakan hendak menjebol dinding vagina Inem. Rupanya Inem termasuk type perempuan yang sangat panas dan liar dalam bermain cinta. Itulah justru yang kelak membuatku demikian tergila-gila kepadanya sampai-sampai tidak sanggup lagi menghentikan perselingkuhan kami. Setiap kali saya berniat berhenti, bayangan erotisme Inem membuatku justru ingin mengulang-ulangnya kembali.

 Tubuhnya tidak pernah berhenti bergoyang, seiring dengan erangan dan desahannya. Setiap kali saya menekan kuat-kuat, ia justru mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga kemaluan kami menyatu serapat-rapatnya. Bila saya menekan dengan gerakan lembut satu-dua, ia mengimbangi dengan menggoyangkan pinggulnya menyerupai penari jaipong. Nikmatnya tak sanggup kulukiskan dengan kata-kata..

 Aku merasa dinding pertahananku hampir jebol. Kenikmatan luar biasa yang kurasakan dari perlawanan Inem yang erotis sungguh tidak tertahankan lagi. Padahal gres beberapa menit. Aku segera mengendalikan diri, kutarik nafas panjang-panjang, kemudian kutarik tubuhku dari tubuh Inem.

 Aku menelentang, dan kuminta Inem menaiki tubuhku. Dia menurut. Dengan gerakan yang sangat cepat, ia segera nangkring di atas tubuhku. Diraihnya batang kemaluanku yang terus mengacung keras menyerupai tugu batu, dan diarahkannya kembali pada liang vaginanya.

 Keringat menetes-netes dari wajahnya yang manis. Kuraih sepasang payudaranya yang bergelantung bebas, kuremas dan kuputar-putar dengan lembut. Inem mendesah sambil menekan pinggulnya biar batang kemaluanku melesak lebih dalam.

 ?Nggghhh?.. sshhhh?.aahhhh? .,? kembali ia merintih dan mendesah.

 ?Kenapa, Maah??

 ?Ennaakh?, enak, Paak?.?

 ?Kamu pinter.?

 ?Bapak yang pinter! Inem bisa ketagihan kalau enak begini? Inem pingin ngent*t terus sama Bapak??

 ?Kita ngent*t terus tiap hari, Mah??

 ?Bapak mau??

 ?Asal Inem mau.?

 ?Inem mau banget atuh, Pak. Enak banget ngent*t sama Bapak?.?

 ?Ayo, genjot, Mah.. Kita main hingga pagi!?

 Inem segera bergoyang lagi. Tubuhnya bergerak erotis naik-turun,  BACCARAT
 maju-mundur, kiri-kanan, ditingkahi rintihan dan desahannya yang penuh nafsu. Aku membisu saja, hanya sesekali kuangkat pantatku biar kemaluan kami bertaut lebih rapat. Akibatnya saya jadi lebih bisa bertahan. Dalam posisi menyerupai itu, saya tahu bahwa perempuan biasanya akan lebih cepat mencapai klimaks. Memang itu yang kuharapkan.

 Perhitunganku tidak salah. Tidak terlalu lama, goyangan Inem semakin erotis dan menggila. Naik- turun, maju-mundur, dengan kecepatan yang fantastis. Erangan dan rintihannya pun semakin tidak terkendali. Aku jadi semakin bersemangat lantaran mengetahui ia akan segera mencapai orgasme.

 ?Paaak?., adduuh?, enak banget? enak banget? enak, Pak?, yah? yah?, Inem enak??

 ?Saya juga enak, Maah?, teruuusss?.?

 ?Oooohhh?. enak banget siihhh?., adduuuhhh?., adduuhh???

 ?Terus, Maah? enak banget? enak ngent*t ya, Maah???

 ?Enakh?, ngent*t enak?, Inem seneng ngent*t sama Bapak?, tongkol Bapak enak??
 ?memiaw kau gurih??

 ?Ooohhhh?., yah?, yah?, yah?., Inem mau keluar, Paak?, Inem nggak kuatts??

 Tubuh Inem mengejang pada ketika ia mencapai orgasme. Kepalanya mendongak jauh ke belakang. Mulutnya mengeluarkan rintihan panjang sekali. Saat itu kurasakan liang vaginanya berdenyut-denyut, menambah kenikmatan yang fantastis pada batang kemaluanku.

 Setelah itu ia menelungkup lunglai di atas tubuhku. Nafasnya memburu setelah menempuh perjalanan panjang yang membawa nikmat bersamaku. Kubiarkan sejenak ia menenangkan diri sementara kemaluan kami masih terus bertaut rapat. Sesaat kemudian, gres saya berbisik di telinganya, ?Saya belum lho, Mah??!?

 Inem menengadah, mengangkat wajahnya menatapku.. Dikecupnya bibirku.

 ?Kan mau hingga pagi?!? katanya dengan nada menggemaskan.

 ?Kamu mau istirahat dulu??

 ?Nggak? terus aja, Pak... Inem masih keenakan, kok??

 Sejenak kami berciuman. Dapat kurasakan jantung Inem masih bergemuruh, mengambarkan birahinya memang masih tinggi. Kuusap-usap pantatnya yang telanjang sementara kami berciuman rapat. Kemudian kugulingkan tubuhku, sehingga Inem kembali berada di bawah.

 Kucabut batang kemaluanku dari vagina Inem. Dia menatapku dengan rupa tidak mengerti. Kuberikan ia senyuman, kemudian kuminta ia menelungkup. Inem mengerti sekarang, maka lekas-lekas ia menelungkup sambil cekikikan.

 ?Nungging, Mah?? kataku memberi komando.

 Inem mengangkat pinggulnya hingga menungging menyerupai permintaanku. Aku sanggup melihat lisan vaginanya yang merekah dari belakang. Kudekatkan mukaku, kucium lisan vaginanya, dan kupermainkan klitorisnya sejenak dengan ujung lidah. Inem merintih lirih, pantatnya mengangkat lebih tinggi sehingga lisan vaginanya merekah lebih lebar di depan mukaku. Kumasukkan lidahku lebih dalam, kemudian kusedot lisan vaginanya hingga berbunyi.

 ?Bapak emang pinter banget?? desis Inem sembari menggelinjang menahan nikmat.

 ?Kita tancap lagi ya, Maah??!?

 ?Sampai pagi??..?!?

 Aku berlutut di belakang tubuh Inem yang menungging. Pantatnya mencuat tinggi ke belakang guna memudahkanku menusuk kemaluannya. Kedua tangannya mencengkeram sprei yang kusut. Kepalanya terkulai. Kudengar ia mendesah lirih ketika batang kemaluanku perlahan menerobos masuk lewat belakang.

 Kedua tanganku mencengkeram pantat Inem. Sejenak saya berhenti. Inem menoleh ke belakang lantaran tidak sabar. Kutekan lagi perlahan-lahan, sehingga ia kembali mengerang dengan kepala terkulai ke depan. Aku berhenti lagi. Kuusap-usap pantatnya, kucengkeram agak kuat, kemudian kurekahkan dengan kedua tangan. Inem menoleh lagi ke belakang.

 Tepat pada ketika itu saya menekan kuat-kuat. Deg! Tubuh Inem hingga terdorong ke depan. Dia pribadi membalas memundurkan pantatnya, diputar-putar, berusaha keras biar batang penisku masuk lebih dalam. Agak susah lantaran ukurannya super king.

 Kembali ia menoleh ke belakang. Kutekan lagi kuat-kuat! Kini Inem sudah siap. Bersamaan dengan gerakanku, ia menyambut dengan mendorong pantatnya kuat-kuat ke belakang. Slep! Batang kemaluanku menyeruak masuk. Kutahan sejenak, kemudian kudorong lagi sekuat-kuatnya. Inem kembali menyambut dengan gerakan menyerupai tadi. Kali ini ia mengerang lebih keras lantaran batang penisku masuk hingga menyentuh dinding rahimnya.

 ?Sakit, Mah?? tanyaku.

 ?Nggak? malah enak?, terusin, Paak?Inem belum pernah main kayak gini??

 Sambil menikmati bertautnya kemaluan kami, kupeluk erat tubuh Inem dari belakang. Kuciumi tengkuknya. Inem berusaha menoleh-noleh ke belakang, berharap saya menciumi bibirnya. Sesekali kuturuti permintaannya sambil meremas-remas kedua buah dadanya yang memuai semakin montok.

 Kugerak-gerakkan pinggulku dengan irama lembut dan teratur, kunikmati bertautnya kemaluan kami dalam posisi ?anjing kawin? itu sembari menciumi tengkuk dan leher Inem. Gadis itu menggeliat-geliatka n tubuhnya, pinggulnya bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan.

 Beberapa menit kemudian, nafas Inem mulai memburu kembali. Itu mengambarkan birahinya mulai meninggi, mendaki puncak kenikmatannya kembali. Maka saya mulai mengambil posisi. Kedua tanganku berpegangan pada pinggang Inem, sementara ia pun mengatur posisi pinggulnya supaya lebih memudahkan aku. Setelah itu ia menoleh ke belakang memandangiku. Tatapannya amat sayu, dan saya tahu, itulah tatapan perempuan yang sedang tinggi birahinya.

 Aku mulai bergerak maju mundur. Satu dua, dengan irama teratur. Nafas Inem semakin kencang terdengar, seiring dengan semakin kuatnya hunjaman batang kemaluanku pada liang vaginanya. Aku memompa terus. Semakin usang semakin cepat dan kuat. Inem semakin terengah-engah. Tubuhnya berguncang-guncang, sesekali hingga terdorong jauh ke depan, tapi tidak hingga terlepas lantaran kutahan pinggangnya dengan kedua tangan.

 Tubuh kami yang telanjang bundar dibanjiri peluh. Lebih-lebih Inem, keringatnya menciprat ke mana- mana lantaran tubuhnya berguncang-guncang. Itulah pecahan dari erotisme Inem yang sangat saya suka. Belum pernah saya mencicipi sensasi bersetubuh yang senikmat ini. Kurasakan ejakulasiku telah dekat, tapi kutahan sebisaku lantaran saya belum ingin segera menyudahi kenikmatan yang tiada tara ini. Kugigit bibirku kuat-kuat, sementara hunjaman penisku terus menguat dengan irama yang super cepat.

 Inem semakin erotis. Nafasnya liar menyerupai banteng marah, erangannya bercampur dengan rintihan- rintihan jorok tiada henti.

 ?Ooohh?, aaahhh?, ohhh?, aahhhh?, teruuss, Paak?, teruuusssss? , Inem
 enak?, enak banget?, adduuuh, Maak?, Inem lagi keenakan nih, Maak?, oohhh? aaahhh?, terus, Paak? yah? yahhh? adduuuuh?.. sssshhh?. Maaak?.., Inem lagi ngent*t nih, Maak?, enaknyahhh?, adduuuhhh?., ooohh?, yaahhh? yaahhhhhhh?, terruuuusssss? ?

 Suara Inem keras sekali, tapi saya tidak peduli. Justru mendatangkan sensasi yang menambah nikmat. Toh tidak ada siapa-siapa di rumah ini, kecuali anakku yang sedang tidur lelap. Maka terus kucepatkan dan kukuatkan sodokan-sodokanku. Inem semakin tidak terkendali. Orgasmenya niscaya sudah dekat, menyerupai saya juga.

 Ketika kurasakan ejakulasiku telah semakin dekat, kucabut tiba-tiba penisku dari dalam liang surgawi Inem. Dengan gerak cepat, kubalikkan posisinya hingga menelentang, kemudian secepat kilat pula kutindih tubuhnya dan kumasukkan kembali batang penisku. Inem menyambut dengan mengangkat pinggul agak tinggi, kedua pahanya mengangkang selebar-lebarnya memberi jalan.

 Vaginanya telah teramat sangat berair oleh lendir sehingga memudahkan batang penisku segera masuk. Tapi tetap saja saya harus menekan agak berpengaruh lantaran lisan vaginanya kecil menyerupai perawan, sementara batang kemaluanku besar dan keras menyerupai pentungan kayu.

 Kurasakan spermaku telah menggumpal di ujung batang kemaluanku, siap untuk dimuntahkan. Kulihat Inem pun sudah hampir mencapai klimaks. Maka, pribadi saja kutancap lagi, cepat, kuat, dan kasar. Inem menjerit-jerit mengiringi pencapaian puncak kenikmatannya.

 ?Ssshhh?.. aaahhh?, oooooohhh?, tongkol Bapak enak banget siiihhh?,
 adduuhhh?., terruuusss?. , yaaaaahhh??

 ?Enak, Maah??

 ?Enak bangeet?., Inem mau ngent*t terus kalau enak begini..?. tongkol Bapak lezat?, addduhhhh?, tuuhh? yahh?, tuuhh? adduhhh?, enak banget siiihhh?.?

 ?Puter terus, Maah? yah? yah??

 ?Ohhh? enak banget, Paak?, enak bangeettt?., Inem doyan tongkol Bapak?, enak ngent*t dengan Bapak?, Inem pingin ngent*t terussss?, addduuuhhhh? ., enaknyaahhhh? .?

 ?Saya hampir keluar, Mah??

 ?Inem juga, Pak?, bareng?, bareng?., yahh?, teruusss? sodok?, yahhhh?
 terrrussss? yahhh? terusss? sedaaap? asyiiik?, yah? gituuhhh? yahhh?. yahhh? oooooohhh??

 Inem mengejang lagi, ia mencapai orgasmenya yang kedua. Pinggulnya terangkat setinggi-tingginya, sementara kedua tangannya memeluk tubuhku luar biasa erat. Pada detik bersamaan, saya pun mencapai puncak kenikmatanku. Air maniku menyembur-nyembur berbagai di dalam rongga vagina Inem. Bibir kemaluannya serasa berkedut-kedut menghisap batang kemaluanku hingga spermaku muncrat berkali-kali dan keluar hingga tetes terakhir. Luar biasa, sungguh belum pernah kurasakan nikmatnya bersetubuh menyerupai ini.

 Kami terdiam dengan tubuh menelentang setelah itu. Hanya desah nafas kami yang tersisa di tengah- tengah keheningan. Mataku tertumbuk pada jam dinding. Hampir pukul empat. Entah berapa jam saya telah menghabiskan waktu, mereguk kenikmatan bersama pembantu berjulukan Inem ini.

 Pikiran warasku mulai kembali. Apa yang telah kulakukan ini? Mendadak muncul penyesalan di dalam hati, tetapi jujur harus kuakui betapa saya teramat sangat luar biasa menikmati sikap yang gila ini.

 Rupanya Inem pun mengalami gejolak perasaan serupa. Mulanya ia sangat meratapi perbuatan kami barusan, ia menangis terisak-isak sambil memiringkan tubuh membelakangiku. Aku sempat ketakutan.

 ?Kamu kenapa, Mah?? bisikku sambil merangkulnya dari belakang.

 ?Inem malu?? jawab Inem di tengah isaknya yang semakin menjadi. Perlahan kubalikkan badannya. Lalu kupeluk ia erat-erat tanpa berkata apa pun, hingga tangisnya reda.

 Berpelukan dalam keadaan bugil dengan gadis semanis Inem tentu saja menciptakan birahiku terangsang kembali. Batang kemaluanku mulai bangun mengeras. Namun perkataan Inem membuatku tersadar. Seharusnya saya yang malu. Maka tanpa berkata berkata-kata lagi, kutinggalkan Inem seorang diri. Dalam hati saya bertekad untuk tidak akan pernah mengulang perbuatanku tadi.

 Aku tidur nyenyak sekali hingga hampir pukul sebelas. Perjalanan panjang mendaki puncak kenikmatan menciptakan tidurku menyerupai orang mati. Tubuhku terasa segar sekali setelah itu.

 Kudapati Inem tengah bermain dengan anakku Gavin di ruang keluarga. Mengetahui saya sudah bangun, ia segera menyiapkan sarapan untukku: kopi susu hangat, roti isi kornet kesukaanku, serta dua butir telur ayam setengah matang. Walaupun ia tidak berkata apa pun, kurasakan kemesraan yang luar biasa dalam pelayanannya itu. Darahku kontan berdesir-desir. Apalagi ketika itu ia mengenakan daster longgar yang amat pendek. Pahanya yang putih mulus serta tonjolan buah dadanya yang super semok membuatku hampir tidak tahan ingin memeluknya. Berani bertaruh, ia juga mencicipi hasrat yang sama denganku.

 Tapi saya sudah bertekad bundar untuk mengalahkan nafsuku sendiri. Kualihkan pikiran jorokku dengan berkonsentrasi membaca koran mingguan sembari menyantap sarapan yang disediakan Inem. Sesudah itu lekas-lekas saya pergi mandi. Aku harus menghindari kesempatan berduaan dengan Inem. Maka, siang itu saya pergi membawa Gavin ke rumah mertuaku.

 ?Nggak makan siang dulu?? tanya Inem perlahan sekali, suaranya menyerupai orang yang sangat merasa bersalah. Aku jadi kasihan. Seharusnya ia tidak perlu salah tingkah menyerupai itu, tetapi saya tidak mau membahasnya lantaran takut berdampak negatif.

 Gavin bermain dengan riang gembira di rumah neneknya. Banyak yang menemani ia di sana. Aku jadi bebas beristirahat, tapi itu malah menciptakan banyak peluang untuk mengingat-ingat dan melamunkan Inem. Sambil rebahan menatap langit-langit kamar, saya terbayang pada keindahan tubuh babu itu. Aku ingat bagaimana sexy-nya ia ketika mengenakan t-shirt ketat.. Buah dadanya membusung, memamerkan ukurannya yang besar serta bentuknya yang bulat. Lalu terbayang ketika sepasang payudara itu telah kutelanjangi. Benar-benar semok dan bagus. Lingkar dadanya tidak besar, lantaran tubuh anak itu memang relatif mungil, tetapi bulatannya luar biasa semok dan kenyal..

 Otomatis saya jadi membayangkan keseluruhan tubuh Inem yang telanjang. Anak itu mungil, tetapi dagingnya kenyal dan padat. Aku paling suka dadanya, tetapi yang lain-lain pun indah sekali. Kulitnya luar biasa halus mulus, putih menyerupai susu. Pinggul dan pantatnya besar, kontras dengan pinggangnya yang ramping. Terakhir, yang menciptakan darahku serasa bergolak dan mulai memanas yakni bayangan indah kemaluan Inem: bentuknya yang tebal menggunung, bulu-bulu hitam keritingnya yang tidak terlalu lebat, hingga belahannya yang merah merekah dibasahi cairan lendir pelumas, dihiasi klitoris yang menyembul-nyembul. Ahhh, saya tidak sanggup lagi menghentikan lamunanku. Kucoba-coba membaca majalah untuk mengusir jauh-jauh bayangan Inem, tapi tidak berhasil. Batang kemaluanku yang sudah telanjur naik tidak mau turun-turun lagi. Aku jadi resah. Alih-alih bisa melupakan Inem, saya justru teringat betapa erotisnya ia ketika tengah kusetubuhi semalam.

 Semua tergambar terang di benakku, seolah-olah videonya diputar di langit-langit kamar. Birahiku naik semakin tinggi, teringat bagaimana tubuh telanjang Inem menggelepar- gelepar menikmati hunjaman batang penisku pada vaginanya. Juga erangan-erangannya yang jorok. Aku benar-benar tidak tahan.

 Tiba-tiba otakku mengkalkulasi waktu. Saat ini gres pukul satu lewat sedikit. Kalau kutinggalkan Gavin di rumah ini, kemudian kujemput lagi nanti malam, maka saya akan punya waktu bebas setidaknya delapan jam bersama Inem!

 Dengan kesadaran penuh, kumatikan logika sehatku. Aku pulang sendirian. Tentu saja Inem yang membukakan pintu pagar lantaran memang tidak ada orang lain lagi di rumah. Mengetahui tidak ada Gavin, ia memandangku dengan mata berbinar-binar. Aku akal-akalan tidak tahu. Belakangan Inem mengakui bahwa ketika itu ia girang sekali lantaran memang ia tengah mengharapkan saya tiba sendirian tanpa Gavin. Sepanjang pagi ia meratapi apa yang telah kami lakukan semalam, tetapi sama menyerupai aku, ujung-ujungnya ia mengharapkan itu terulang kembali.

 Rasa gengsi membuatku berusaha mengendalikan diri biar perasaanku tidak nampak. Aku tidak ingin Inem tahu bahwa saya ketagihan menidurinya. Dengan diam, saya pribadi berlalu masuk kamar. Aku berharap Inem masuk, tetapi ternyata tidak. Lalu saya duduk di ruang keluarga menonton TV dengan mengenakan celana pendek dan kaos singlet. Kudengar bunyi Inem di dapur, kesal sekali rasanya lantaran ia tidak tiba menemuiku. Apakah ia benar-benar menyesal sehingga tidak ingin mengulangi kenikmatan itu lagi?

 Karena tidak tahan, alhasil kupanggil dia. Dalam hati saya bertekad, biar saya ?mengalah?, tapi nanti akan kubuat ia merengek-rengek.

 Inem berjalan dengan mata menunduk menghampiriku. Batang penisku pribadi bangun mengeras, tapi saya tetap tenang. Kupersilakan Inem duduk, setelah itu gres saya bicara.

 ?Mah, saya mau ngomong jujur sama kamu.?

 ?Ngomong apa, Pak??

 ?Soal tadi malem, saya terus terang nyesel, Mah. Saya malu. Saya pikir, seharusnya kita nggak ngelakuin itu??


 ?Iya, apalagi Inem, aib banget sama Bapak??

 ?Saya kepingin ngelupain itu, Mah. Sejak tadi pagi, saya niat untuk nggak ngelakuin itu lagi. Dengan kamu, atau dengan siapapun selain istri saya. Tapi?,?

 Inem mengangkat wajah menunggu saya merampungkan kalimat.

 ?Tapi apa, Pak?? Dia penasaran. Aku tersenyum, kemudian perlahan kuturunkan celana pendek beserta celana dalamku sekaligus. Batang kemaluanku pribadi berdiri tegak tanpa penghalang.

 ?Adik saya ini nggak mau disuruh ngelupain kamu?!? kataku. Kontan muka Inem memerah, kemudian ia tersenyum malu-malu. Tanpa kusuruh, ia bangun kemudian berlutut di hadapanku. Cepat ia melucuti celana pendek beserta celana dalamku. Kemudian batang penisku digenggamnya dengan dua tangan. Seperti orang melepas kangen, sekujur tongkat wasiatku itu diciuminya bertubi-tubi. , sementara kedua tangannya mengurut-urut dengan lembut. Aku membalas dengan mengusap-usap rambutnya.

 Sejenak Inem mengangkat wajah memandangku. Matanya mulai sayu, mengambarkan ia telah terjangkit birahi. Kemudian lidahnya menjulur panjang. Topi bajaku dijilatnya dengan satu sapuan lidah. Aku menggelinjang. Otomatis batang penisku mengedut, dan gerakan itu rupanya menambah gemas Inem. Lidahnya jadi semakin lincah menjilat-jilat. Buah zakarku pun kebagian. Aku semakin tidak berpengaruh menahan nikmatnya. Kedua pahaku mengangkang lebih lebar, pinggulku mengangkat sedikit, dan itu dimanfaatkan Inem untuk terus menjilat-jilat hingga ke belahan pantatku. Gila, ternyata rasanya luar biasa nikmat! Belum pernah saya mencicipi lubang pantatku dijilat menyerupai ini.

 ?Enak banget, Mah? Kamu pinter banget,? saya mengaku terus terang. Kembali Inem mengangkat wajah memandangku. Matanya semakin sayu. Sejenak ia mencoba tersenyum, ada rasa gembira di wajahnya bisa membuatku keenakan menyerupai itu. Lalu mulutnya menganga lebar, batang kemaluanku dikulumnya dengan lembut, masuk perlahan-lahan hingga tiga perempatnya.

 ?Gede banget, siiih???!? ia mendesis sambil menarik mulutnya dari batang penisku. ?Inem kepingin masukin semua, nggak bisa! Nggak muat!?

 Aku tersenyum saja. Kutekan sedikit kepalanya, ia mengerti, kembali batang penisku dimasukkannya ke dalam mulut. Kali ini dijejal-jejalkannya terus, tapi tetap tidak berhasil lantaran ukurannya yang super besar memang tidak memungkinkan. Matanya memandangku lagi sementara mulutnya terus mengulum sembari mengocok-ngocok batang penisku dengan tangan. Aku memberinya senyuman menciptakan ia senang.

 ?Pak, Inem juga pingin ngomong jujur,? tiba-tiba Inem berkata. Kedua tangannya kembali mengurut-urut batang penisku dengan mesra, sementara matanya sayu menatapku.

 ?Ngomong apa??

 ?Inem sempet aib lantaran tadi malem Inem kayak orang kesurupan. Inem emang gitu kalo? bener-bener
 keenakan, Pak.?

 ?Tapi kau nggak nyesel, kan ??

 ?Ya nggak. Inem cuma aib sama Bapak??

 ?Emangnya enak ya, Mah??

 Inem tidak menjawab. Dia berdiri sembari menurunkan sendiri dasternya. Batang penisku kembali mengedut kuat, menyaksikan tubuh Inem menjadi telanjang, tinggal bercelana dalam. Sedari tadi ia memang tidak mengenakan BH. Kuraih tubuhnya biar lebih mendekat dengan melingkarkan kedua tanganku pada pantatnya yang bulat.

 Inem menggeliat kecil sementara pantatnya kuusap-usap. ?Buka, ya?? kataku seraya menurunkan celana dalamnya, tanpa menunggu persetujuan. Seketika kemaluannya terpampang telanjang di depan mukaku. Aku menengadah menatap matanya, dan ia tersipu. Mungkin malu, tangannya bergerak hendak menutupi selangkangannya, tapi kucegah. ?memiaw kau bagus,? kataku sambil membelai bulu-bulu hitam kemaluannya. Otomatis pinggulnya meliuk, mungkin ia kegelian. Aku malah tambah senang, gentian lidahku yang mengusap pangkal pahanya. Tentu saja ia semakin kegelian.

 Beberapa ketika lidahku menari-nari di seputar perut dan pangkal pahanya. Inem menikmati perlakuanku dengan meliuk-liukkan pinggulnya. Kadang berputar perlahan, sesekali didorongnya maju mendesak mukaku. Aku jadi gemas, maka jemariku mulai beraksi. Inem mengangkang sambil menekuk lututnya sedikit ketika dirasakannya jari tengahku menyusup ke belahan vaginanya yang mulai basah. CAPSA

 Dari satu jari, dua jariku masuk, disusul jari ketiga. Inem mulai merintih. Pinggulnya bergerak menjauh, tetapi ketika bacokan jemariku mengendur, ia justru memajukan lagi pinggulnya. Aku jadi semakin ?hot? menggosok-gosok lisan vaginanya dengan jari. Erangan dan desahan Inem mulai menjadi- jadi. Lututnya gemetar, mungkin tidak berpengaruh menahan gelora birahi..

 ?Inem lemess?? desisnya.

 Tiba-tiba ia duduk mengangkang di pangkuanku. Tanpa ada rasa sungkan dan malu-malu lagi, leherku dipeluknya erat-erat sembari menyodorkan buah dadanya ke mukaku. Aku jadi gelagapan. Buah dadanya yang semok menutupi hampir seluruh wajahku. Inem mengikik. Dengan gemas, kugigit puting susunya sedikit, sehingga ia mengendurkan pelukannya. Baru saya lebih leluasa. Kuciumi buah dadanya yang sebelah kiri, kujilat dan kukenyot-kenyot putingnya, sementara yang kanan kuremas-remas dengan tangan. Kurasakan payudaranya mulai memuai semakin montok, dan putingnya mulai mengeras.

 Sesekali saya juga menciumi sekitar ketiak Inem yang berkeringat. Aku suka anyir badannya, harum menyerupai bayi. Keringatnya kuhisap dan kujilat-jilat. Inem menggelinjang semakin ?hot?.

 Beberapa ketika kemudian, Inem menggerak-gerakkan pinggul dan meraih batang penisku. Sambil terus menikmati cumbuanku pada buah dadanya, ia berusaha menjejal-jejalkan batang penisku pada lisan vaginanya. Tapi saya akal-akalan tidak tahu. Dia mulai kesal, desahannya semakin berpengaruh dengan erangan- erangan tertahan. Batang penisku terus digosok-gosokkannya di belahan vaginanya yang basah, tetapi ia belum berhasil memaksanya masuk.

 Kami kemudian bertukar posisi. Aku bangkit, Inem duduk. Lalu kurebahkan tubuhnya. Dia melonjorkan sebelah kakinya di lantai, sementara yang sebelah lagi disangkutkannya di sandaran sofa. Posisinya itu menciptakan kemaluannya merekah, mempertontonkan belahannya yang merah basah. Kelentitnya menyembul. Aku tidak membuang waktu, pribadi kucumbu kemaluannya dengan lisan dan lidah. Dia mengerang, ?Uddaah, Paak?.?

 Aku tidak peduli lantaran saya memang masih ingin bermain-main. Inem sendiri mulai tidak terkendali. Tubuhnya mulai menggeliat-geliat dengan irama liar tak beraturan. Nafasnya memburu, mulutnya mengeluarkan desah dan erangan tak henti-henti. ?Uddahh, Paak?, uddaaaahhh?, Inem nggak kuaattt???

 Mengetahui ia mulai dikuasai birahi, saya justru tambah senang. Pantatnya kuangkat. Inem mengangkang lebih lebar, sehingga kemaluannya semakin merekah. Mulut vaginanya menganga. Kusodokkan lidahku lebih dalam, kugoyang-goyang ujungnya dengan cepat, kemudian kukenyot klitorisnya. Dia menjerit. Kembali kugosok-gosok seluruh dinding vaginanya dengan lidah, sementara kelentitnya kutekan dan kuusap-usap dengan ibu jari. Lendirnya jadi semakin banyak, mengambarkan birahinya semakin tinggi.

 Tiba-tiba Inem mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sambil menekan kepalaku kuat-kuat pada selangkangannya. Tubuhnya mengejang. Kutekan mulutku pada vaginanya, lidahku menjulur lebih dalam, kemudian kukenyot dengan suatu hisapan panjang. Terdengar erangan Inem. Tubuhnya menggelepar- gelepar menyongsong detik-detik pencapaian orgasmenya, kutambah nikmatnya dengan terus mengenyot lisan vaginanya yang asin berlendir.

 Setelah itu tubuh Inem agak sedikit lunglai. Nafasnya memburu. Kutindihi tubuh bugilnya. Kuciumi mukanya yang berkeringat. Dia tersenyum.

No comments

Theme images by Aguru. Powered by Blogger.